Posts

[ Akulah Pilu Yang Dihembus Angin Bulan Desember ]

Image
(i) Aku adalah tetesan air dalam derasnya rinai hujan yang membasahi langit biru di hari minggu kala itu. Melihat dirimu duduk di kursi rotan kesukaan ibumu bersama dengan buku buku cerita peri yang kau genggam di tangan. (ii) Aku adalah hembusan angin malam yang berselimut dingin kala matahari mulai lelah dan berganti dengan bulan. Sambil berlari kesana kemari ditemani pijakan kakimu kala melangkah di jalan panjang menuju arah pulang. Di tengah gelap yang menelan, kau menjadi hal yang paling bersinar. (iii) Aku adalah nyanyian surya yang setia ditemani melodi dari burung putih di jendela kamarmu. Melantun bersama irama irama manis semesta dan bergerak sendu menuju relung hatimu yang beku padaku. (iv) Aku adalah pilu yang tumbuh bersama duri di pekarangan rumahmu, menahan darah kala terinjak. Menelan remuk setengah terpuruk saat melihatmu pergi dijemput harap bersama dia yang engkau peluk erat.  (v) Aku adalah bekas bekas rindu yang selamanya tak pernah berujung temu dengan dirimu. (vi

[ Perihal Puan dalam Kegelisahan dan Tuan di tengah Cangkir Abuabu ]

Image
// Aku adalah percampuran dari rangkaian  kata melankolis dan setumpuk rahasia  yang tenggelam sambil menyeret dirimu ke dalam gelisah. Setiap malam datang dan angin mencoba masuk di sela-sela jendela kamar yang mulai lapuk, seolah menertawakanku yang masih saja dipeluk ragu atas tingkahmu. // Rindu yang mulai lebam dan membiru terperangkap dalam langit-langit mulutku yang kelu. Kegelisahanku semakin dalam tertumpuk daun yang gugur bersama ribuan harap yang kalap. Tak pernah ku lupa akan rasa yang tertanam di jariku saat tangan kita menyatu bersama suara mobil dan debu yang terbang di tengah jalan besar. Hangat dalam erat yang kau bagi itu, memang cinta? Ataukah hanya semilir angin yang kelak kau lupa? // Dalam dinding hati yang lebur bersama senyum hangat kala kita duduk bersama  di taman penuh bunga sambil kau bercerita tentang harapan dirimu juga kita di masa depan, dan aku setia duduk di sebelahmu sambil menelan  pertanyaan tak tercerna, seperti ;  apakah kita adalah kisah manis di

[ Matahari, Bumi dan Bulan ]

Image
kalau boleh aku mengibaratkan dirimu maka  m a t a h a r i menjadi pilihan pertamaku k a u  hangat namun tak congkak kau i n d a h  namun tak  g u n d a h  kau        namun          di        ada         fana       mata  kalau boleh aku mengibaratkan dirinya maka b u l a n menjadi hal yang k u k i r a  dia b e n d e r a n g  dan terasa n y a m a n  kadang terlihat sendu namun menghilangkan pilu selaras biru    namun tak  pernah kelabu dan a k u sendiri mungkin b u m i banyak hal                              didalam diriku yang kusembunyikan banyak       yang            tak              artinya          warna        sering       kutebak          banyak         tangis  yang                       kudengar  namun          tak             bisa                 kugubris                banyak h a t i yang tak sampai                pada yang namun tetap ingin m e n g g a p a i ------------------------------------------------------------------------------------- m a t a h a r i b

Jingga Merah Yang Kau Bunuh Tak Berarah

Image
Dengan wajah khawatir kau tanyakan keadaanku  yang basah kuyup, aku hanya tersenyum dan  kau bernafas lega.  {{ Pulang dari toko buku, badan ku panas tak  karuan,pusing hebat mendera dan flu ikut menyertai  mereka. Besoknya ku tak masuk sekolah karena  sakit,untuk bangun dari tempat tidur saja lemas  tak berasa. Tapi tenang jangan khawatirkan aku}} Jingga indah di belakang gedung sekolah  menjadi saksi setia yang selalu menyapa  kita saat menikmati cahaya dilangit merah.  Kau selalu begitu, menariku lari ke atas  bangunan sekolah hanya untuk memberi salam  kepada senja. Kau memejamkan mata dan tersenyum. {{Tak pernah ku lupa sentuhan jari jari mu saat  merengkuh jari ku. Bagiku senja bukan apa apa  jika dibandingkan denganmu. Kau lebih hangat  dan indah. Walaupun aku sering dimarahi karena  pulang terlambat namun sungguh aku senang  bisa menemanimu}} Malam itu kau katakan ada gadis yang sudah lama  mencuri hatimu. Kau juga bilang, kau ingin mengatakan  nya langsung. Kau meminta saran p
Image
Kepada Tuan disana,  izinkan saya sebagai Puan yang kau kenal menulis sedikit kata perihal bimbang dalam dada Ada beberapa hal yang kerap kali membuat saya  bertanya-tanya  entah itu tentang obrolan kita di malam panjang  atau jejak kecil kita di stasiun kala petang datang  Bersama dengan bayangmu di dinding kamarku saya mencoba memilih kenang dalam angan agar kelak tak ada lagi ragu dalam jalan Satu yang saya pertanyakan Apakah rima mu dan irama ku menjadi nada dalam dada? Tuan Beberapa detik sebelum matahari tenggelam  marilah kita bertemu di taman penuh angku lalu kita pesan dua cangkir minuman  kopi, teh manis atau air biasa, tak apa Pelan pelan coba selidiki mengenai rasa diantara kita tapi jangan biarkan air dalam cangkirmu habis  saya takut kau akan kehabisan kata Namun jika kau tak bisa menemukan arti dari semua tak apa, saya bisa memahami semua Biar kita duduk saja disini, sambil melihat jingga mulai p

[ Aku Mati Dua Kali, Mereka Tak Punya Hati ]

Image
(sumber foto : photopoly) [ Aku Mati Dua Kali : Mereka tak Punya Hati ] Kutulis surat ini ketika nyawaku sudah  hampir lepas dari tubuh yang hampir lumpuh. Ruang 208 Bunyi bangsal ditarik ulur tak tentu  arah mulai merusak dinding telinga.  yang makin parah. Perawat lalu lalang memberi obat tak terkenal ; obat murah katanya. Sambil menggengam nyawa yang hampir pergi dan melihat ibuku menelan air matanya sendiri. Meraung raung tak peduli martabat dan harga diri,  demi anaknya yang hampir mati tak  dihargai. Ruang 209 Penghangat ruang dipasang tuk memecah  dingin kala malam. Mesin pemicu jantung  mulai berlari mengejar nyawa yang hampir  mati. Perawat sibuk membawa obat berlapis emas berkarat yang katanya menjamin hidup akan selamat. Pegawai jas putih itu sibuk mengulang janji busuk, menjamin kesehatan pasien seumur hidup. Ah sial kau, masih bisa berbual ketika  ibuku menahan darah mengalir di tubuh  anaknya. Masih saja bisa menahan tawa ketika  ayahku mengais uang dari nanah yang  berse